Oleh BUDIONO *
Rumah tangga (RT) yang terlayani listrik PLN dibanding dengan keseluruhan rumah tangga yang ada di Kab. Magelang, pada bulan Nopember tahun 2017 ini, telah mencapai 89 persen. Namun masih lebih rendah dari pencapaian nasioal yang sebesar 93 persen. Target rumah tangga yang terlayani listrik PLN pada tahun 2018 adalah 93 persen. Jumlah rumah tangga di Kab. Magelang mencapai 358.573 KK, maka rumah tangga yang belum bisa menikmati listrik PLN berjumlah 39.443 KK.
Bagi rumah tangga (RT) yang belum terlayani PLN, telah disediakan program listrik murah dan hemat. Syarat bagi penerima manfaat program listrik murah dan hemat, adalah KK miskin yang dibuktikan dengan terdaftar di BDT (basis data terpadu). Pada tahun 2017 ini Kab. Magelang mendapatkan jatah 200 KK penerima manfaat program listrik murah dan hemat.
Selain turut memperhatikan keluarga kurang mampu, PLN juga menjamin ketersediaan pasokan listrik bagi dunia usaha. Untuk itu tersedia dua gardu induk, yaitu di Sanggrahan dan di Secang. Kedua gardu ini siap menyalurkan daya 3,9 MVA (mega volt ampere). Untuk mendukung daya saing daerah ini PLN secara khusus telah menyediakan jaringan kabel berdaya tinggi ke KPI (kawasan peruntukan industri) Tempuran.
Kabar baik bagi para investor, untuk memperluas atau memulai usaha baru di KPI Kab. Magelang, karena pasok listrik aman. Investasi ini akan membuka peluang kerja dan peluang usaha bagi para pemasok bahan dasar. Bagi pemda akan bertambah basis pendapatan/pajak daerah, sehingga tersedia dana untuk investasi sumberdaya manusia (pendidikan, kesehatan, pelatihan tenaga kerja). Investasi SDM ini akan menjadikan ekonomi tumbuh lebih membubung lagi.
Namun, PLN juga berharap agar ketat dalam pemberian ijin industri, ya hanya ke KPI (Tempuran dan Secang) saja ijin pendirian industri/besar diberikan. Antar lain juga untuk efisiensi penyediaan jaringan listrik. Jangan sampai ijin usaha diberikan pada lokasi perumahan. Jika hal ini terjadi maka akan mengacaukan program efisiensi PLN, karena jenis jaringan dan tarifnya berbeda.
Namun, dibalik succes story, masih terdapat RT yang belum bisa berbahagia menikmati layanan listrik, yang terdiri dari 22 dusun. Dalam 72 tahun Indonesia merdeka, masih ada 22 dusun yang belum terbebas dari kegelapan, atau belum dapat keluar dari jaman kegelapan. Dusun-dusun belum berlistrik ini umumnya terpencil dan medannya sulit, di perbukitan dan minim infrastruktur (jalan).
Lokasi 22 dusun nirlistrik ini telah di-survey oleh PLN. Untuk menerangi 22 dusun ini PLN menggugah partisipasi, kerjasama dan gotong royong dari para pemangku kepentingan. Yang paling utama, kerja sama dari kepala desa, utamanya karena pemasangan kabel listrik akan menerjang pohon, demikian juga dalam masa pemeliharaannya. Untuk itu pak kades sangat diharapkan menyegarkan kembali kesadaran masyarakat untuk mendahulukan kepentingan umum, atau kepedulian sosial. Disamping itu, karena kebanyakan dusun yang masih dalam jaman kegelapan ini umumnya infrastruktur jalan belum ada, maka diharapkan ada alokasi dana desa untuk membangun jalan. Untuk kedua tugas kades ini perlu bimbingan, pengarahan dan pendampingan Camat.
Kerjasama juga sangat diharapkan dari DPU, karena seperti tersebut di atas, akses jalan ke 22 dusun ini sangat tidak memadai. Partisipasi Badan Lingkungan Hidup sangat penting juga mengingat pada saat pemasangan kabel maupun pada masa perawatannya akan ada pohon yang dipangkas atau bahkan dirobohkan.
Demikian fakta-fakta yang terungkap dalam FGD (focused group discusion) penyusunan isu strategis rancangan teknokratik RPJMD tahun 2019-2024, bidang infrastruktur dan prasarana wilayah, dengan fasilitator Kepala Bidang PWI Bappeda, Didik Kristia Sofyan, ST., MT.
Adanya istilah rancangan teknokratik, menandakan pengakuan bahwa dalam pembuatan kebijakan (RPJMD) terdapat jalur ganda, yaitu jalur teknokratik dan jalur politik. Untuk memahami cara kerja politik dan teknokratik dapat berjalan bersama secara paralel, dapat mencari acuan pada William N. Dunn (Public Policy Analysis An Introduction).
Aktivitas politik dan teknokratik dalam pembuatan kebijakan, disajikan dalam grafis. Aktivitas politik pembuatan kebijakan bermula dari: penyusunan agenda (agenda setting), formulasi kebijakan (policy formulation), pengesahan kebijakan (policy adoption), pelaksanaan kebijakan (policy implementation) penilaian kebijakan (policy assessment).
Dengan demikian, sesuai tuntunan William N. Dunn, tersebut ketika kepala daerah telah terpilih, yang juga berarti Visi-Misi diterima dan disetujui masyarakat, sesungguhnya, proses pembuatan kebijakan telah mencapai tahap kedua. Pada tahap ketiga visi-misi, yang telah dijabarkan menjadi RPJMD, disahkan bersama dengan DPRD menjadi Perda RPJMD.
Pada saat ini, proses politik berlangsung pada saat yang sama para teknokrat, technostructur atau analis kebijakan beraksi. Analisis Kebijakan adalah proses pengkajian multidisiplin ilmu yang bertujuan menciptakan, menilai secara kritis, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Analisis kebijakan harus menyediakan informasi yang dapat menjawab :
1. Apa hakekat permasalahan?
2. Kebijakan apa yang sedang atau pernah dibuat untuk mengatasi masalah dan apa hasilnya?
3. Seberapa bermakna hasil tersebut dalam memecahkan masalah?
4. Alternatif kebijakan yang tersedia untuk memecahkan masalah?
5. Hasil apa yang dapat diharapkan?
Proses Analisis Kebijakan yang dituntun oleh jawaban atas lima pertanyaan diatas membuahkan lima informasi terkait kebijakan yang diperoleh melalui lima tahapan analisis kebijakajan (sebagaimana disajikan dalam grafis), adalah sebagai berikut :
FGD penyusunan isyu strategis rancangan teknokratik RPJMD tahun 2019-2024, yang sedang berlangsung saat ini, secara keilmuan kebijakan publik (policy science), baru mencapai tahan kesatu, yaitu ‘problem structuring’ untuk menghasilkaan informasi tentang masalah kebijakan.
Masalah adalah nilai/kebutuhan/kesempatan yang belum terpenuhi, & dapat diidentifikasi untuk diperbaiki atau dicapai melalui tindakan publik. Masalah kebijakan (policy problem) adalah konsekuensi dari serangkaian tindakan untuk pencapaian nilai-nilai dan karena itu merupakan penyelesaian terhadap suatu masalah kebijakan.
Isu adalah sebuah masalah yang belum terpecahkan yang siap diambil keputusannya. Isu merepresentasikan suatu kesenjangan antara fakta dengan harapan-harapan para stakeholder. Dengan kata lain, isu adalah suatu hal yang terjadi baik di dalam maupun di luar organisasi yang apabila tidak ditangani secara baik akan memberikan efek negatif terhadap organisasi dan berlanjut pada tahap krisis (https://id.wikipedia.org/wiki/Isu).
Isu menjadi strategis pada saat suatu kondisi/situasi/keadaan yang apabila tidak diantisipasi, akan menimbulkan kerugian yang lebih besar atau sebaliknya, dalam hal tidak dimanfaatkan, akan menghilangkan peluang untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat dalam jangka panjang (opportunity cost).
Identifikasi isu yang tepat dan bersifat strategis meningkatkan akseptabilitas prioritas pembangunan, dapat menjadi petunjuk pelaksanaan dan secara moral serta etika birokratis dapat dipertanggungjawabkan.
Identifikasi isu dilakukan secara teknokratik oleh para analis kebijakan menyesuaikan / paralel dengan aktivitas politik pembuatan kebijakan (policy making). Kebijakan yang akan dibuat adalah rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Perumusan RPJMD akan dimulai setelah Bupati/Wakil Bupati terpilih, dilantik. RPJMD merupakan penjabaran visi, misi dan prioritas kepala daerah terpilih.
Metode-Metode Perumusan Masalah
Sementara itu, menurut R Slamet Santosa dari Undip Semarang, identifikasi isu strategis adalah upaya penyelarasan lingkungan internal (SW: strength - weakness) dan lingkunganeksternal (Opportunity - Treat). Identifikasi isu strategis berbasis pada kajian atas TUPOKSI. Untuk melakukan identifikasi isu strategis, informasi atau data pendukung yang dibutuhkan:
• Hasil analisis gambaran pelayanan indikator yg belum tercapai; dan/ atau
• Hasil analisis dokumen perencanaan lain, yaitu jika terjadi perbedaan sasaran.
Solusi dari Undip ini, dapat terap untuk hasil evaluasi capaian indikator RPJMD pada tahun 2016, dimana dari 185 indikator, 77 (41,62%) melampaui target; 36 (19,46%) sesuai target; dan 72 (38,92%) belum tercapai. Dengan demikian keberhasilan mencapai 61,08%.
Indikator yang belum tercapai pada bidang infrastruktur ada enam, yaitu pekerjaan umum 1; perumahan 2; tata ruang 2 dan perhubungan 3. Indikator yang belum tercapai seyogyanya menjadi isu strategis, ditambah upaya-upaya untuk mempertahankan kinerja pada indikator yang telah tercapai, plus indikator yang target capaiannya dinaikkan.
Right solution to right problem
Tujuan penyajian metode untuk perumusan masalah kebijakan adalah untuk menunjukkan bahwa dalam menganalisis kebijakan dibutuhkan metodologi, yaitu sistem standar, aturan dan prosedur untuk menciptakan penilaian secara kritis dan mengkomunikasikan informasi dan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan.
Demikian juga para teknokrat atau para analis cq. Bappeda dalam menunaikan tugasnya memanfaatkan metode ilmiah, bukan berdasarkan instuisi, feeling, perasaan, atau meraba-raba dalam kegelapan.
Mengingat perumusan masalah kebijakan adalah tahapan yang paling krusial, maka diperlukan penguasaan tehnik perumusan masalah kebijakan yang prima, maka akan diperoleh rumusan masalah kebijakan yang benar.
Memahami masalah kebijakan itu penting, karena keberhasilan kebijakan membutuhkan penemuan solusi yang tepat pada masalah yang tepat. Survey menunjukkan bahwa penyebab kegagalan kebijakan adalah solusi yang tepat diberikan pada masalah yang tidak tepat, bukan karena solusi yang tidak tapet pada masalah yang tepat. *perencana madya Bappeda Kab. Magelang.