“Karenanya, peluang masih terbuka sangat besar untuk menutup 940 ton tersebut. Apalagi, kita adalah Negara yang letaknya paling dekat dengan Singapura. Kita menargetkan, tahun 2010 kita bisa sumbang 10% dan tahun 2014 bisa 30%,” katanya, di Magelang, kemarin. Di sela acara Pencanangan Peningkatan Daya Saing Ekspor Percepatan Penyebarluasan Informasi Pasar Produk Pertanian di Desa Kaliurang Kecamatan Srumbung itu dilakukan deklarasi AESBI yang pembentukannya telah dilakukan pada 8 Oktober lalu, di Jakarta.
Anas mengungkapkan, wilayah Singapura sangat kecil sehingga mereka tidak punya banyak lahan pertanian. Ini peluang Indonesia sebagai Negara terdekat. Namun menurutnya, Indonesia harus siap bersaing dengan Negara lain yang telah lebih dulu masuk, seperti Afrika dan Thailand yang juga mengekspor buah dan sayuran ke Singapura. Ia mencontohkan, kita menghadapi masalah pada buah mangga jenis arum manis yang berwarna kulit hijau meski telah masak. Ini berbeda dengan mangga Afrika dan Thailand yang bila masak berwarna kuning. Orang Singapura, tentu akan mengira harus menunggu mangga Indonesia menguning untuk dimakan.
“Belum lagi buah salak. Ini buah asli Indonesia dan tidak ada di Negara lain. Namun, ketika masuk ke Singapura, mereka tidak tahu cara memakannya,” ujarnya.
Atas dasar itu, ia mengungkapkan perlunya edukasi tentang buah-buahan asal Indonesia. Selain menjual, harus disertakan informasi tentang buah tersebut seperti kapan masak, bagaimana cara makan bahkan nama, jenis dan rasa buah tersebut. Informasi ini bisa diberikan melalui brosur.
Hasan menambahkan, jika ekspor ke Singapura ini berhasil, maka akan menjadi pola dilanjutkan ke Negara lain. Buah yang berpeluang ekspor dari Negara kita diantaranya papaya, alpukat, mangga dan pisang. Sementara untuk sayur seperti buncis dan kol. Sekretaris Gapoktan Ngudi Luhur Kecamatan Srumbung, Agus Suryono mengungkapkan, permasalahan yang dihadapi untuk ekspor buah adalah transportasi yang bisa merusak kondisi buah.
“Belum ada pesawat terbang yang khusus mengangkut ekspor buah. Buah Salak kami hanya dimasukkan ke bagasi buah pada pesawat penumpang yang kadang sudah dipenuhi dengan buah bawaan penumpang. Akhirnya, buah kami yang sudah siap ekspor terpaksa ditunda,” katanya.
Padahal, penundaan ini mempengaruhi kondisi buah yang bisa membusuk. Ia menyebutkan, pada ekspor salak yang dilakukannya, membutuhkan waktu dua hari untuk pengemasam dan lima hari untuk perjalanan ke China menggunakan Kapal, atau dua hari menggunakan pesawat. Sejak mulai ekspor pada tiga bulan silam, hingga saat ini telah mengalami tiga kali penundaan pemberangkatan, dengan alasan seperti bagasi penuh dan cuaca buruk. Akhirnya, barang tersebut dialihjual ke pasar lokal di Pasar Induk dan Pasar Kramat Jati Jakarta.
***)Widodo Anwari Humas&Protokol Kab. Magelang