Walau didominasi kaum perempuan dan bapak bapak lanjut usia di TPS 8 dan TPS 9 yang berlokasi di SD Kalinegoro 5 Desa Kalinegoro Kecamatan Mertoyudan, warga yang datang gasik tersebut cukup membuat para petugas KPPS kuwalahan. Namun setelah waktu menunjukan jam 10.00, pemilih yang hadir sudah tidak banyak lagi. Apalagi saat menjelang luhur hingga ditutupnya waktu pemungutan suara tidak ada lagi warga yang menggunakan hak pilihnya. Praktis para petugas dan para saksi dari Pasangan Calon hanya duduk duduk sambil ngobrol, dan ada satu dua yang keluar ruangan sembari ngrokok menghilangkan kejenuhan dan penat duduk.
Di TPS 8 RW.05 Desa Kalinegoro Mertoyudan, menurut ketua KPPS nya Martono, terdapat 357 pemilih, sedangkan yang datang menggunakan hak suaranya 212, dengan suara sah 190 dan suara tidak sah alias (kobong) ada 22. Sedangkan pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya atau tidak datang ke TPS ada 46 orang.
Demikian halnya dengan TPS 9, menurut Suparmin K,S.Pd, Ketua KPPSnya, dari 320 pemilih yang terdaftar dalam DPT, yang datang menggunakan hak suaranya hanya 186 pemilih, yang terdiri dari surat suara sah 178, dan surat suara yang kobong (tidak sah) ada 8. Sedangkan pemilih yang tidak hadir ada 134 orang. Ketidak hadiran mereka ada bermacam-macam alasan. Paling dominan ketidak hadiran pemilih di TPS ini karena mereka memang sengaja tidak menggunakan hak pilihnya alias GOLPUT. Sedangkan mereka yang tidak bisa bisa hadir Karena alasan bekerja dan sekolah diluar kota menduduki urutan kedua. Selebihnya adalah mereka yang telah meninggal dunia lebih dari setahun lalu tetapi masih terdaftar dalam DPT.
Menurut Abdul Kholik, Ketua KPPS TPS 18 Dusun Gunungpring, Desa Gunungpring Kecamatan Muntilan. Dari 308 pemilih yang tercatat dalam DPT (daftar pemilih tetap) sampai waktu yang ditentukan, yakni pukul 13.00 WIB pemilih yang hadir 261 orang, sedangkan yang tidak hadir ada 47 orang. sebagain besar mereka yang itdak hadir, menurut Kholik, karena yang bersangkutan sedang boro bekerja dan sekolah di luar kota. Namun demikian memang ada diantara mereka yang sengaja tidak mau menggunakan hak pilihnya alias Golput.
Seperti Bu Iryanti (52 th) warga Perumahan Kalinegoro, Kecamatan Mertoyudan, ia merasa takut salah pilih karena tidak mengenal semua pasangan calon, sehingga ia tidak mempunyai pilihan. “Saya tidak datang memilih karena takut salah pilih, sebab tak seorangpun dari 6 pasangan calon Bupati dan Wakilnya tidak ada yang saya kenal,” katanya.
Alasan berbeda disampaikan Sungkono (44 th), warga Salaman, yang ditemui penulis di sebuah warung. Ketidak hadirannya menggunakan hak pilih dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Magelang, karena pihaknya memang sengaja tidak menggukan hak pilih, karena tidak ada yang ‘sreg’ dengan keenam pasang calon Bupati tersebut. “Bukannya keputusan untuk tidak memilih itu juga termasuk pilihan…?,” katanya. Silahkan, siapanpun yang jadi Bupati dan Wakil Bupati nanti tidak ada pengaruhnya buat saya. Dimana-mana sama saja, politik di Indonesia saat ini masih menjadi politik kepentingan pribadi dan golongan, bukan politik untuk menyejahtrakan semua rakyat. Entah kapan nanti kalau keadaan sudah berubah, saya baru mau memilih, tukasnya.
Sedangkan mereka yang datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya, kebanyak menyatakan, karenan demi menjadi warga Negara yang baik. “Sebagai warga Negara dan warga Kabupaten Magelang yang baik, saya mau menggunakan hak pilih saya untuk memilih kepala daerah. Soal nanti yang terpilih menjadi pemimpin tidak amanah dan tidak bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat, itu urusan beliau-beliau dengan Allah SWT, karena mengingkari janjinya,” kata Soedarno (77 th).
Rata rata kehadiran pemilih, karena dilandasi kemauan dan kesadaran sendiri setelah mendaptkan sosialisasi atau pengaruh dari para kader, teman atau tokoh lingkungan setempat. Kecuali itu, ada juga diantara pemilih yang datang ke TPS karena merasa sungkan dengan KPPS nya. Seperti yang diungkapkan, Lilik Suyoto (32 th) “Kalau tidak datang ke TPS, saya rikuh pakewuh dengan KPPS-nya karena diantara mereka ada Om saya. Nanti dikiranya saya sengaja Golput dan tidak mau menghargai panitia yang sudah bersusah payah membuatkan undangan,” jelas Lilik.
Penghitungan Surat Suara
Setelah jam menunjukan pukul 13.00 WIB, serempak di 2.417 TPS yang tersebar di 374 desa/ kelurahan dalam 21 Kecamatan di Kabupaten Magelang menutup kegiatan pemungutan suara. Setelah beristirahat sejenak untuk makan siang dan menunaikan ibadah secara bergantian, mulailah dilakukan penghitungan surat suara.
Meja dan kursi yang tadinya dipergunakan untuk proses pemungutan suara, disetting kembali untuk penghitungan suara. Posisnya dibuat agar ketua dan anggota KPPS bisa berhadap hadapan dengan para saksi, agar penghitungan suara berlangsung secara jujur, adil dan transparan. Seperti biasa ritual penghitungan suara dimulai dengan menunjukan membuka gembok kotak suara yang masih tersegel, mengeluarkan semua suarat suara dari dalam kotak dan diatur rapi diatas meja. Anggota KPPS yang telah memiliki tugas masing masing mulai menempatkan diri ditempat yang telah disediakan. Ada yang mencatat di lembar penghitungan, ada yang membuka lipatan, ada yang membacakan pilihan pada surat suara, dan ada yang mengelompokan masing masing suart suara sesuai dengan pilihan pemilih setelah dibaca.
Memantau kegiatan di beberapa TPS, penulis melihat tidak banyak masyarakat yang antusias menyaksikan penghitungan suara. Di TPS 18 Gunungpring, misalnya, yang menyaksikan penghitungan suara hanya beberapa orang dewasa, bahkan bisa dihitung dengan jari, yang banyak justru anak-anak. Demikian juga di TPS 8 dan 9 di Perumahan Kalinegoro, yang menyaksikan hanya beberapa orang warga setempat. Padahal dahulu setiap Pemilu, baik pemilihan Kepala Desa, Bupati, Gubernur maupun Pemilu Legeslatif dan Presiden, saat saat penghitungan suara itulah yang sangat dinanti-nantikan. Biasanya warga masyarakat gegap gempita bersorak sarai apabila calon yang didukung mendapatan suara terbanyak. Atau apabila bila diantara calon calon tersebut ada persaingan ketat perolehan suaranya.
Hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Ketua KPPS ditanggapi dingin oleh warga. Bahkan ketika mendengarkan pengumuman hasil pemungutan suara yang digunjuingkan justru banyaknya pemilih yang tidak hadir(Golput), padahal orangnya ada dirumah, disamping suara yang rusak. Contoh di TPS 8 Kalinegoro; dari 212 pemilih yang hadir, diperoleh hasil; Pasangan Nomor (1) memperoleh 17 saura, Pasangan nomor(2) memperoleh suara 93, Pasangan calon nomor (3) mendapat 2 suara, dan pasangan nomor (4) mendapat 62 suara, serta pasangan nomor (5) memperoleh 9 suara, dan pasangan nomor (6) mendapat 7 suara, sedangkan suara yang kobong ada 22 suara.
Walaupun dalam satu komplek dan berdekatan dengan TPS 8 Kalinegoro, TPS 9 Kalinegoro berbeda. Menurut ketua KPPS-nya Suparmin K, S.Pd; dari 320 pemilih yang terdaftar dalam DPT yang hadir hanya 186 pemilih, dengan hasil perolehan; Pasangan Calon nomor (1) mendapat 18 suara, Pasangan nomor (2) mendapat 59 suara, pasangan nomor (3) mendapat 10 suara, pasangan nomor (4) mendapat 76 suara, pasangan nomor (5) mendapat 11 suara. Dan pasangan nomor (6) mendapat 4 suara sedangkan suara yang tidak sah (kobong) ada 8 suara.
Sedangkan untuk perolehan sementara tingkat PPS Desa Kalinegoro, dari pemilih yang hadir; Paslon No.1 mendapat 834, Paslon No.2 mendapat 2128, Paslon No.3 mendapat 134, Paslon No.4 pemperoleh 1942, Paslon No.5 mendapat 356, dan Paslon No.6 mendapat 179 suara. Adapun surat suara yang tidak sah (kobong) mencapai sampai 539.
Sedangkan penghitungan di TPS 18 Gunungpring hasilnya cukup mencengangkan. Dari 261 orang pemilih yang menggunakan hak pilihnya, terdapat 40 surat suara yang tidak sah (kobong). Kebanyakan dari surat suara yang tidak sah itu karena tidak (dicoblos), dan surat suara yang dicoblos lebih dari satu tanda gambar menduduki peringkat kedua. Perolehan sementara di TPS ini; Paslon nomor(1) mendapat 9 suara, Paslon nomor(2) memperoleh 19 suara, Paslon nomor(3) mendapat 5 suara dan Paslon nomor(4) mendapat 74 suara, serta Paslon nomor(5) mendapat terbanyak yakni 92 suara, sedangkan Paslon nomor(6) mendapat 22 suara.
Demikian juga yang terjadi di Kelurahan Sawitan Kecamatan Mungkid, yang merupakan bagian dari Ibu Kota Mungkid mungkin bisa dijadikan barometer. Dari hasil penghitungan suara sementara bisa disimpulkan beberapa hal; Dari 2.143 pemilih yang terdaftar pada DPT, yang menggunakan hak pilihnya 77,65%, yang tidak hadir menggunakan hak pilihnya ada 22,35%. Dari yang hadir tersebut suara yang tidak sah (kobong) alias tidak terhitung ada 9.8%. Data dapat dilihat pada table dibawah ini.
Dari gambaran diatas, pembaca tentunya memiliki pengalaman masing-masing. Walau penulis menyimpulkan sesuai dengan judul tulisan diatas. Namun demikian pembaca masih dipersilahkan menyimpulkan sendiri, keadaan seperti apa, minat, kemampuan dan kemauan masyarakat Kabupaten Magelang menggunakan hak pilihnya.*)mahendra-de