BERITAMAGELANG.ID - Ritual sunyi Pustaka Aksara Borobudur menjadi pembuka tradisi Ruwat Rawat
Borobudur (RRB) ke 22 tahun yang digelar komunitas seniman Brayat Panangkaran Kabupaten
Magelang, Minggu (21/1/2024).
Menariknya, gelaran
budaya hingga April 2024 tersebut membagikan ribuan buku yang biaya cetaknya
berasal dari hasil sewa kamar mandi ke wisatawan Candi Borobudur.
Prosesi pembukaan
Ruwat Rawat Borobudur digelar di pelataran Candi Borobudur Kabupaten
Magelang, Minggu (22/1/2024).
Pimpinan
Komunitas Brayat Panangkaran Borobudur, Sucoro mengatakan, hajatan budaya hingga
April 2024 tersebut memasuki 22 tahun. Untuk kali ini ditandai peluncuran
buku Pustaka Aksara Borobudur. Semua buku akan
diserahkan ke perpustakaan kabupaten, sekolah, dan juga 64 komunitas di luar
Magelang.
"Ini buku
kedelapan dari perjalanan Ruwat Rawat Borobudur. Peluncuran buku juga untuk
mengenang peristiwa peledakan sembilan stupa Candi Borobudur pada 21 Januari
1985 silam," kata Sucoro di sela-sela kegiatan tersebut.
Sucoro
mengatakan, buku ini menceritakan pengelolaan Borobudur berdasarkan
pengalamannya, sekaligus opini dan hasil Kongres Borobudur. Buku tersebut
berisi tentang Borobudur dan sarana agar masyarakat tahu seluk- beluk Candi
Borobudur.
Sucoro menceritakan selama kurun waktu 22
tahun itu ada delapan judul buku dicetak, atau sekitar 1.200 eksemplar dengan
biaya pribadi.
"Biaya cetak dari hasil sewa kamar mandi
ke wisatawan. Uangnya ditabung dulu terus untuk biaya cetak," jelasnya sambil
tersenyum.
Ia
menambahkan, buku yang dicetak sekitar 1.200 eksemplar tersebut akan
dibagikan ke beberapa perpustakaan. Baik itu perpustakaan daerah, sekolah,
kampus dan lainnya.
"Saya
berharap, buku tersebut bisa memacu pembaca agar lebih cerdas dalam pengambilan
kebijakan. Dan, nantinya akan bermanfaat di masa depan," katanya.
Sementara itu,
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X Provinsi DIY dan Jateng, Manggar
Sari Ayuati mengatakan, tradisi ini sebuah perjalanan panjang. Ini membuktikan
konsistensi Komunitas Brayat Panangkaran melestarikan Candi Borobudur, dari
segi spiritual dan budayanya.
"Kolaborasi
antara pemerintah dan masyarakat, yakni pelestarian itu tidak hanya fisiknya
saja. Tetapi juga fisik candinya untuk melestarikan nilai-nilai spiritual di
dalamnya," katanya.
Selain
mengedukasi dan menghibur masyarakat, acara 22 tahun Ruwat Rawat Borobudur juga
mengangkat kembali nilai tradisi yang sempat hilang. Yakni ritual sedekah
Kedung Winong dan Umbul Donga.
Selain
puluhan seniman, prosesi pembukaan Ruwat Rawat Borobudur ke 22 tahun tersebut juga
dihadiri Museum Cagar Budaya Unit Borobudur, Wiwit Kasyati, Badan Riset Nasiona
(BRIN), DR. Budiana Setiawan, Bumi
Pelestari Pusaka Indonesia (BPPI), Hasbiansyah Zulfahri, Kepala Dispuspa Kabupaten
Magelang, Wisnu Argo Budiono, serta perwakilan dari perpustakaan UNTIDAR Magelang, Perpustakaan Pesantren Subhanul Wathon, dan perwakilan gemar membaca
Jogonegoro Mertoyudan.