Sebuah Kisah Inspiratif Dari Dunia PendidikanTuhan selalu meciptakan segala sesuatunya indah. Begitu pun dengan kondisi dan keadaan manusia. Sekalipun terkadang manusia lahir tanpa kesempurnaan fisik, pastilah ada rencana indah di balik itu semua. Hanya dengan cinta, kasih sayang, dan perhatian, kaum difabel memperoleh kepercayaan dirinya. Lingkungan yang positif juga mampu menyalurkan semangat bagi mereka.
Selengkapnya mari kita simak kisah SLB Ma’arif dalam mendidik kaum difabel.
![](images/stories/2016/1a.jpg)
SLB Ma’arif adalah sekolah khusus bagi kaum difabel yang didirikan sejak tahun 1984 oleh Alm. Sagimin Dirdjo Susanto. Pada awalnya Sagimin merasa iba melihat satu keluarga yang memiliki tiga orang anak tuna rungu, sehingga beliau berkeinginan untuk mendirikan sekolah khusus bagi anak yang kurang beruntung. Rasa empati dan peduli terhadap isu kemanusian telah mendorong Sagimin untuk merelakan rumahnya sebagai tempat belajar bagi kaum difabel.
Seiring dengan berjalannya waktu, sekolah yang didirikan oleh Sagimin mulai berkembang. Setiap tahunnya jumlah siswa di sekolah tersebut selalu meningkat. Kepala Sekolah SLB Maarif, Drs. Sugiranto, M.Pd menjelaskan, awalnya hanya anak tuna rungu yang bersekolah, namun selanjutnya anak tuna netra dan tuna grahita juga belajar di sekolah ini. Saat ini jumlah siswa SLB Ma’arif yang terdaftar secara resmi sebanyak 171 orang. Sedangkan jumlah tenaga pengajarnya sebanyak 25 orang. Kualifikasi pendidikan tenaga pengajar sebagian besar adalah lulusan PLB (Pendidikan Luar Biasa), beberapa lulusan S2 Pendidikan, dan juga masyarakat yang secara sukarela membantu.
Metode Belajar Sesuai Potensi SiswaBagi sebagian orang mengajar di Sekolah Luar Biasa mungkin terlihat melelahkan. Kemampuan siswa-siswanya yang berbeda dengan siswa sekolah umum, membuat anggapan itu berkembang dalam masyarakat. Namun ternyata secara akademis proses pembelajarannya sama dengan sekolah umum. Hanya saja sebelum masuk dan menjadi siswa tetap di sekolah tersebut, pihak sekolah akan melihat apa potensi yang masih dimiliki oleh sang anak. Potensi inilah yang akan menentukan strategi dan cara belajar yang tepat bagi anak tersebut.
Ket : Kepala SLB Ma'Arif, Drs. Sugiranto, M.Pd.Cara belajar untuk masing-masing anak berkebutuhan khusus tentu saja berbeda. Sugiranto menuturkan, masing-masing anak tuna memiliki metode belajar sendiri. Seperti anak tuna netra, dia memiliki pembelajaran kekhususan yakni Orientasi dan Mobilitas atau OM untuk mengenal lingkungannya. Bagaimana si anak menuju pasar, mengenal mobil, membedakan antara suara bus, truk dan sepeda motor. Bagaimana orang berjalan, guru berjalan, hingga suara detak sepatu. Itu semua dipelajari dalam OM. Untuk tuna rungu ada Bina Persepsi Diri dan Irama, untuk mengenal irama. Karena hidup anak tuna rungu serba sepi. Tidak mendengar apapun. Maka dengan pembelajaran Bina Persepsi Diri ini, si anak harus mengenal ketukan, langkah kaki, juga saat upacara bendera, dia harus tahu suara jalan orang yang sedang melangkah dalam upacara. Sedangkan bagi anak tuna grahita, yang ditanamkan pada mereka adalah kegiatan aktivitas sehari-hari atau Activity Daily Learning (ADL). Bagaimana dia harus memakai baju, celana, kaos kaki, sepatu dan menyisir rambut. Bagi siswa yang sudah meningkat kepribadian dan tanggung jawabnya akan diberikan pelajaran khusus, seperti membuat kue atau memasukkan produk dalam kemasan.
Sebagaimana sekolah pada umumnya, di SLB Maarif, jenjang SD dimulai kelas I hingga kelas VI, SMP dimulai dari kelas VII hingga kelas IX, dan SMA dimulai dari kelas X hingga XII.
Untuk menunjang kegiatan belajar dan pengembangan potensi siswa, SLB Ma’arif menyediakan beberapa kegiatan ekstrakurikuler. Mulai dari drum band, tenis meja, renang, bocce, atletik, hingga badminton. Dengan diadakannya kegiatan tersebut diharapkan para siswa dapat menggali lebih dalam bakatnya. Terlahir tidak dengan kesempuraan fisik, bukan berarti terlahir tanpa bakat. Kaum difabel tentu masih memiliki kesempatan untuk berkarya sesuai dengan potensi mereka.
Dari segi prestasi, SLB Ma’arif tidak perlu diragukan lagi. Layaknya visi mereka yang berbunyi “Anak berkebutuhan khusus yang berprestasi, berbudaya, dan bertaqwa pada Allah Swt”, kejuaraan tingkat lokal hingga nasional pun sudah diraih. Mulai dari juara 1 renang gaya bebas SOINA 2016, juara 1 tenis meja O2SN, juara 1 lari 100m O2SN, juara 1Bocce O2SN, juara 2 catur tuna netra dan masih banyak prestasi yang diukir.
Pengalaman Menarik Guru SLB Ma’arif
Ket : Guru Agama Islam, Penyandang Tuna Netra, Muh. Fuad Gufron, S.Pdi.
Tentunya bukan perkara mudah mengajari anak-anak kaum difabel. Guru-guru di SLB Ma’arif harus melakukan pendekatan khusus kepada muridnya. Pendekatan yang paling terutama adalah mereka harus dekat dengan gurunya terlebih dahulu, sehingga menimbulkan rasa suka pada gurunya. Kalau mereka sudah antipati pada gurunya maka yang timbul adalah kekecewaan dan si anak tidak ingin melakukan apapun yang diajarkan gurunya. Beda halnya jika si anak memiliki kecocokkan dengan gurunya, maka disuruh apapun, ia akan menurut dan bertumbuh dekat dengan gurunya.
Menjadi guru bagi kaum difabel ternyata mempunyai suka dan duka saat mengajar. Seperti halnya yang dialami Muh. Fuad Gufron, S.Pdi, guru agama islam yang juga menyandang disabilitas tuna netra. Fuad mengungkapkan kesannya mengajar anak-anak difabel adalah pengalaman menarik baginya yang mungkin tidak bisa ia rasakan di tempat lain. Begitu pula semangat para orang tua yang selalu setia mendampingi anak-anaknya di sekolah, memberi inspirasi dan motivasi tersendiri bagi Fuad.
Kebahagiaan seorang guru adalah saat melihat siswa-siswa mereka tumbuh besar dan bekerja secara mandiri. Sudah berkeluarga, memiliki anak, dan hidup seperti orang normal pada umumnya. Hal itu menjadi kenikmatan yang luar biasa dan tidak ada nilainya yang dirasakan oleh guru-guru SLB Ma’arif. Tentunya dibalik suka, rasa duka juga turut menghiasi lika-liku kehidupan para guru. Menjadi olok-olokan masyarakat dan dianggap rendah sebagai guru pengajar kaum difabel, adalah perasaaan yang sering dialami oleh guru SLB. Akan tetapi, mereka senantiasa tulus mengajar siswa-siswa agar mandiri dan percaya diri.
Cara meningkatkan kepercayaan diri siswa pun, guru perlu strategi khusus dan unik. Langkah pertama adalah percaya diri dan meyakinkan bahwa mereka bisa, seperti slogan yang mereka miliki “Jangan Kasihani Kami, Tapi Bantu Kami Tuk Bisa Mandiri”. Para guru selalu melatih anak didiknya agar selalu bersyukur, dan terus memberi motivasi bahwa mereka juga memiliki potensi diri yang lebih dari yang lain. Dengan itu mereka memiliki kepercayaan diri, dan berani melakukan yang terbaik. Sugiranto selalu menekankan pada muridnya, jangan sampai kelemahan itu membuat mereka lemah. “Walaupun kamu difabel, jangan sampai tanganmu berada di bawah, tetapi harus di atas dan menjadi orang yang berpengetahuan”, ujarnya. Selalu memotivasi anak-anak adalah yang terpenting. Kemampuan mereka bahkan luar biasa seperti membaca Al-quran dengan lebih baik daripada orang yang memiliki penglihatan normal. Kepercayaan diri mereka juga ditampilkan dalam acara-acara khusus, sehingga potensi mereka berkembang. Seperti salah satu anak didiknya yang tuna netra, namun berhasil juara main catur. Para difabel selalu juga diberikan ruang untuk mengembangkan potensinya.
Kekurangan Fisik Bukan Penghalang Cita-Cita KamiMeskipun memiliki kekurangan fisik, ternyata siswa-siswi SLB Ma’arif tetap memiliki semangat yang menyala. Mereka dapat membuktikan bahwa ketidaksempurnaan fisik bukanlah alasan untuk menyerah. Mimpi dan cita-cita mereka tetap digantungkan setinggi langit. Dengan keyakinan yang teguh, mereka percaya bahwa mimpi itu tetap bisa mereka raih. Seperti halnya dua siswa tuna netra yang memiliki prestasi gemilang ini.
Ket : Kiri : Rohmat Abdul Bassar, Kanan : Muh Syafii , Anak Tuna Netra,Pelajar kls IVRohmat Abdul Basar, pelajar kelas IV SDLB Ma’arif ini memiliki hobi bermain catur dan sudah menjuarai berbagai lomba catur, padahal Rohmat adalah penyandang tuna netra. Tak kalah hebat dengan Rohmat, ada Muh Syafi’i atau yang akrab dipanggil Musa. Pelajar kelas IV SDLB Ma’arif ini juga menyandang tuna netra namun memiliki kepandaian menghafal ayat-ayat Al-Quran. Jika dewasa kelak, Musa pun bercita-cita menjadi penghafal Al-Qur’an.
Orang tua yang dikaruniai anak difabel harus selalu memiliki semangat, syukur, dan rasa cinta sebagai bekal membesarkan anaknya. Tanpa cinta dan kasih sayang, anak difabel akan sulit memperoleh kepercayaan dirinya. Seperti halnya Fika, salah satu orang tua siswa tuna netra SLB Ma’arif . Menurutnya kebesaran hati dan rasa syukur kepada Tuhanlah yang menguatkan dia selama ini. Bagaimanapun keadaan sang putra, ia tetaplah anugerah yang layak mendapat cinta. Fika percaya bahwa keterbatasan fisik anaknya tidak akan menghalangi dia untuk tetap mandiri dan memiliki kehidupan normal.
Cerita Tentang Mimpi![](images/stories/2016/1e.jpg)
Dalam rangka mewujudkan visi dan misinya, saat ini SLB Ma’arif sedang berusaha mengembangkan sekolahnya dengan memperluas area sekolah. Tanah yang menjadi lokasi sekolah itu dibeli seharga 1,5 miliyar. Alasan pembeliaan tanah karena jumlah pendaftar di SLB Ma’arif meningkat tajam. Rata-rata tiap tahun pelajaran ada 30 pendaftar. Padahal, guru dan ruang kelas yang tersedia sangat terbatas. Idealnya, 1 guru mengasuh 5 siswa tetapi pada kenyataannya 1 guru mengasuh 16 siswa. Pembeliaan tanah itu dirasa menjadi solusi atas permasalahan sekolah. Tanah sudah terbeli dan sudah balik nama menjadi SLB Ma’arif Muntilan senilai Rp. 1,5 milyar rupiah. Pembayaran itu menggunakan uang hasil pengumpulan dari donatur dan meminjam di bank. Pihak sekolah berharap agar ada donatur atau dermawan pemerhati Anak Luar Biasa untuk membantu kekurangan dana tersebut.
23 tahun mengabdi di SLB Maarif, belum menjadi waktu yang cukup bagi Sugiranto, Sang Kepala Sekolah. Di luar itu, Ranto, begitu pria ini akrab dikenal, ternyata menyimpan mimpi yang begitu besar dalam hatinya. Sugiranto memimpikan adanya wadah atau perusahaan yang bisa menampung potensi anak-anak SLB. Sugiranto bermimpi, suatu saat ada satu perusahaan yang di dalamnya dikelola semua orang difabel, mungkin dibantu dengan orang normal untuk bagian administrasi dan keuangannya saja. “Betapa indahnya jika hal itu bisa terwujud", ujar Sugiranto sambil tersenyum.
Sahabat Gemilang, semangat untuk menolong sesama dan memperhatikan kaum yang lemah haruslah tertanam dalam hati kita. Bukan saatnya lagi kita mengejek, menjauhi, dan meremehkan kaum difabel. Mereka tetaplah ciptaan Tuhan yang memiliki kedudukan yang sama seperti kita. ***fanny rachmawati***