BERITAMAGELANG.ID - Syawalan Gunung merupakan agenda religi yang diselenggarakan di Dusun Brigasan Desa Pasangsari Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang. Kegiatan ini rutin digelar sejak 2003-2004 dan diadakan setahun sekali.
Dalam pelaksanaan acara tersebut, warga dari enam dusun saling bergotong royong, yakni Dusun Wonolelo, Dimik, Karang Slamet Lor dan Kidul, Congkrang dan Brigasan.
Kegiatan berlangsung selama 2 hari pada 26 dan 27 Juni 2019 dihadiri sekitar 60 ribu pengunjung dari masyarkat sekitar dan luar kota seperti Tegal.
Tidak hanya sebatas acara syawalan dengan berziarah, dalam kegiatan tersebut para pengunjung juga diberikan wawasan sejarah tentang makam tersebut.
"Sejarahnya itu dulu warga sekitar sini mayoritas sumber ekonominya dari hasil bumi atau bertani. Namun, banyak babi hutan yang merusak ladang warga, lalu warga menggunakan anjing untuk melindungi ladang dan mengusir babi hutan," kata Panitia Syawalan Gunung, Edi Masruri.
Salah satu tokoh agama, Mbah Misbahul Munir meminta petunjuk kepada Allah SWT dengan melakukan mujadahan dan solat malam. Setelah itu, dalam mimpinya didatangi oleh almarhum kakeknya dan diberi pesan untuk merawat makam leluhur yang ada di atas puncak.
Konon katanya jenazah yang di makam tersebut termasuk tokoh keluarga Keraton yang tersingkirkan oleh Belanda dan seperjuangan dengan Pangeran Diponegoro, diantaranya Kyai Bahaudin, Raden Mano dan Raden Kyai Kudi.
"Setelah makam itu dibersihkan dan dirawat, sering didatangi peziarah, maka sudah tidak ada lagi babi hutan, malah mereka pergi dengan sendirinya. Sehingga ladang warga aman dari pengrusakan hewan liar seperti babi hutan," jelasnya.
Dalam Syawalan tersebut turut mengundang beberapa tokoh agama, salah satunya KH. Zainal Abidin, yang memberi pengetahuan jelasnya tentang hukum ziarah makam melalui tausiahnya.
"Kami berharap untuk ke depannya, tempat ini menjadi salah satu destinasi wisata religi. Sehingga bisa meningkatkan perekonomian warga seperti dengan berjualan di sekitar area makam," harapnya.
Selian berziarah dengan mengharap berkah, juga sebagai tempat berwisata karena kondisi geografis di dataran tinggi yang menyuguhkan pemandangan alam yang indah, sejuk dan asri.
"Dulu sebelum dibuka atau ditemukan makam, di sini banyak hewan liarnya. Sekarang sudah dibuka dan orang sering datang untuk berziarah, sudah tidak ada lagi hewan liarnya," kata Camat Windusari, Syiha Bidin Ashodiqi.
Ditambahkannya, kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di sekitar tegakan yang sela ditanami kopi yang sekarang bisa diambil hasilnya. Ia berharap program PHBM bisa lebih ditingkatkan.
"Tegakan itu milik Perhutani dan alhamdulillah selama ini aman dan di sela-selanya bisa ditanami tanaman yang produktif seperti kayu andra atau kopi bisa dimanfaatkan untuk masyarakat yang bekerja sama dengan Perhutani.
Untuk daerah makam luasnya sekitar 2 hektar dan monggo dikelola masyarakat. Tanahnya milik Perhutani dan sebagai salah satu situs sejarah, tapi masyarakat bisa ikut mengelola untuk keagamaan," terangnya.
Dalam kegiatan tersebut Bupati Magelang, Camat Windusari, Koramil, Polsek, Polisi Hutan dan Pemerintah Desa hadir ke lokasi yang sebagian besar dipenuhi pohon pinus tersebut.